Indeks

Perangkap yang Menjerat Kesempatan dan Kualitas-Mengurai Dampak Negatifnya terhadap Produktivitas, Moral, dan Keadilan di Dunia Kerja

Oleh: Rika Angrayni, PGSD UNMUH BABEL

Pendahuluan

BabelMendunia.com, Nepotisme kini menjadi persoalan krusial yang mengancam prinsip keadilan dan mutu di lingkungan kerja . nepotisme, berarti: kecendrungan untuk mengutamakan (menguntungkan) sanak saudara sendiri , terutama dalam jabatan, pangkat di lingkungan pemerintah(Ma’u, 2016). Kebijakan pengangkatan atau promosi yang didasarkan pada hubungan keluarga atau kedekatan pribadi, bukanpada kemampuan dan prestasi, menciptakan suasana kerja yang tidak kondusif serta menurunkan semangat dan motivasi karyawan. Kondisi ini berimbas pada menurunnya efisiensi organisasi, munculnya ketidakpuasan , konflik internal, dan tingginya tingkat keluar-masuk karyawan karena banyak talenta unggul merasa dirugikan dan memilih mencari peluang di tempat lain. Jika dibiarkan, nepotisme akan terus menghambat peluang bagi individu berkompeten sekaligus menurunkan kualitas kerja dan integritas institusi , sehingga menjadi ancaman serius bagi kemajuan organisasi dan keadilan sosial. Oleh karenaitu, sangat penting untuk segera mengidentifikasi dan mengatasi dampak buruk nepotisme agar tercipta lingkungan kerja yang adil, profesional, dan produktif.

Pembahasan

Nepotisme merupakan persoalan yang mendesak untuk segera ditangani karena dampaknya yang luas dan merugikan berbagai aspek dalam dunia kerja, khususnya di sektor pendidikan. Survei Penilaian Integritas Pendidikan 2023 yang diterbitkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan bahwa praktik nepotisme terjadi di 38,77 persen sekolah dan 64,02 persen perguruan tinggi , berupa penunjukan siswa atau mahasiswa berdasarkan hubungan keluarga atau kedekatan pribadi , bukan kompetensi. Kondisi ini tidak hanya menimbulkan ketidakadilan, tetapi juga menurunkan produktivitas dan moral tenaga pendidik serta mahasiswa , sekaligus merusak integritas institusi akademik . Data ini menegaskan bahwa nepotisme bukanlah sekadar masalah etika, melainkan ancamannya tak yang dapat menghambat kualitas pendidikan dan pengembangan sumber daya manusia, sehingga sangat penting untuk segera diatasi demi terciptanya lingkungan kerja dan belajar yang adil, profesional, dan berkualitas.

Nepotisme tumbuh subur karena lemahnya sistem pengawasan dan kurangnya transparansi dalam proses rekrutmen serta promosi di banyak organisasi. Perilaku nepotisme dalam organisasi didefinisikan sebagai serangkaian perilaku preferensial yang nyata atau yang dipersepsikan oleh individu, kelompok, atau organisasi yang terkait dengan hubungan kekeluargaan yang memengaruhi efektivitas organisasi dengan cara merusak keadilan yang dipersepsikan, kinerja individu dan kelompok, kinerja manajemen , kepercayaan, komitmen dan retensi, biaya menjalankan bisnis, dan tindakan hukum (Jones dan Stout, 2015 dalam Iqbal & Ahmad, 2020).Selain itu, budaya yang menoleransi atau bahkan membenarkan praktik nepotisme sebagai tradisi turut memperkuat masalah ini. Dampak nyata dari kondisi tersebut adalah menurunnya moral dan motivasi karyawan yang merasa kerja keras dan kemampuan mereka diabaikan, sehingga menimbulkan rasa frustrasi dan ketidakpuasan. Lingkungan kerja yang tidak sehat ini sering kali memicu konflik internal dan mengurangi semangat kerja, yang pada akhirnya menurunkan produktivitas dan efisiensi organisasi secara keseluruhan. Bahkan, talenta terbaik cenderung meninggalkan organisasi untuk mencari peluang yang lebih adil, sehingga organisasi kehilangan sumber daya manusia yang potensial dan berkontribusi pada stagnasi atau kemunduran kinerja. Dengan demikian, nepotisme tidak hanya menghambat kemajuan individu tetapi juga merusak fondasi keberhasilan organisasi secara menyeluruh.

Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasi nepotisme , mulai dari penerapan sistem meritokrasi dalam rekrutmen. Sebagai contoh, sistem meritokrasi yang pernah diterapkan pada era Orde Baru di Indonesia, di mana jabatan-jabatan di bawah menteri diisi berdasarkan karir dan kompetensi, sering kali dianggap lebih efektif dalam menjalankan fungsi pemerintahan . Meskipun sistem ini juga memiliki kekurangannya , namun prinsip meritokrasi dapat menjadi solusi untuk mengatasi masalah dominasi partai politik dalam birokrasi (Prasojo, 2023 dalamM. Reza Saputra et al., 2024)). Selain itu, pendidikan etika dan integritas kepada karyawan dan pejabat juga menjadi bagian penting dalam mencegah praktik nepotisme . Namun, meskipun solusi-solusi ini sudahada, penerapannya masih sering menemui kendala seperti kurangnya konsistensi dalam pelaksanaan, budaya organisasi yang masih toleran terhadap nepotisme , serta lemahnya penegakan sanksi bagi pelaku . Transparansi yang belum menyeluruh dan sistem pengawasan yang belum optimal membuat praktik nepotisme masih sulit diberantas secara tuntas . Oleh karena itu, terdapat potensi besar untuk memperbaiki solusi yang ada dengan mengintegrasikan teknologi digital untuk meningkatkan akuntabilitas, memperkuat pendidikan karakter sejak dini, serta membangun budaya organisasi yang benar-benar menempatkan profesionalisme dan keadilan sebagai prioritas utama. Pendekatan holistik ini diharapkan mampu menciptakan lingkungan kerja yang lebih bersih, adil, dan produktif.

Penutup

yang harus dilakukan untuk mengatasi masalahnepotisme menerapkan sistem meritokrasi. Implementasi sistem ini mencangkup proses rekrument, seleksi, dan promosi yang dilakukan secara terbuka dan adil. Selain itu, sistem merit juga mengatur mekanisme pemberian penghargann(reward) dan sanksi (punishment) yang didasarkan pada perilaku integritas, dan kinerja pegawai (Aswin Maysura, 2025). hal ini penting karena tanpa keadilandan profesionalisme, produktivitas dan moral karyawan akan terus menurun, mengancam keberlangsungan organisasi. yang bertanggung jawab adalah manajemen puncak, tim HR, serta seluruh karyawan yang harus berkomitmen menerapkan nilai integritas dan keadilan. implementasi solusi ini harussegera dilakukan agar dampak negatif nepotisme tidak semakin meluas dan merusak organisasi. penerapan solusi ini harus berlaku di seluruh lini organisasi , termasuk sektor pendidikan yang sangat rentan terhadap praktik nepotisme. caranya adalah dengan mengintegrasikan teknologi digital seperti sistem rekrutmen berbasis data dan audit elektronik untuk memastikan proses berjalan transparan dan dapat dipertanggungjawabkan, serta memperkuat pendidikan karakter dan etika kerja melalui pelatihan rutin . Dengan pendekatan ini, diharapkan terciptabudaya kerja yang profesional, adil, dan produktif, sehingga organisasi dapat berkembang dengan sumber daya manusia yang kompeten dan termotivasi.

mengatasi nepotisme dengan sistem meritokrasi dan transparansi yang didukung teknologi akan membawamanfaat besar bagi organisasi. Langkah ini pentingkarena dapat menciptakan lingkungan kerja yang adildan profesional, meningkatkan motivasi sertaproduktivitas karyawan. Dampaknya, organisasi akanlebih efisien dan inovatif karena posisi-posisi strategis diisi oleh individu yang benar-benarkompeten. Selain itu, kepercayaan terhadap institusiakan meningkat, mengurangi konflik internal dan tingkat keluar-masuk karyawan. Dengan demikian, upaya ini tidak hanya memperbaiki kualitas kerja, tetapi juga memperkuat integritas dan keberlanjutan organisasi secara keseluruhan.

DAFTAR PUSTAKA

Aswin Maysura, N. (2025). Peran Sistem Merit dalamReformasi Birokrasi di Indonesia: Tantangan dan Solusi dalam Perspektif Hukum Administrasi Negara. Mendapo: Journal of Administrative Law, 6(1), 85–105. https://doi.org/10.22437/mendapo.v6i1.40185

Iqbal, Q., & Ahmad, N. H. (2020). Workplace spirituality and nepotism-favouritism in selected ASEAN countries: The role of gender as moderator. Journal of Asia Business Studies, 14(1), 31–49. https://doi.org/10.1108/JABS-01-2018-0019

M. Reza Saputra, Wicipto Setiadi, & Ahmad AhsinThohari. (2024). Analisis Potensi Implementasi Sistem Politik Tanpa Partai di Indonesia dan Dampaknya terhadapDemokrasi dan Tata Kelola Pemerintahan. Eksekusi : Jurnal Ilmu Hukum dan Administrasi Negara, 2(4), 204–222. https://doi.org/10.55606/eksekusi.v2i4.1531

Ma’u, D. H. (2016). KORUPSI KOLUSI DAN NEPOTISME DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM. Jurnal Ilmiah Al-Syir’ah, 2(1). https://doi.org/10.30984/as.v2i1.215

Exit mobile version