Indeks

Konflik Tambang Timah Di Tanjung Labu Bangka Selatan

Oleh: Amelia Kartika, PGSD UNMUH BABEL

BabelMendunia.com, Pemanfaatan   sumberdaya   alam   selalu  menjadi   fokus   penting   dalam   pemenuhan kebutuhan  ekonomi  baik  itu  secara  pribadi  maupun  masyarakat  luas.  Selain  itu  sumberdaya alam  juga  merupakan  kekayaan  alam  yang  dihasilkan  dengan  memiliki  tujuan  utama  yaitu memberikan  manfaat  yang  positif  bagi  kepentingan  banyak  orang.  Pemanfaatan  sumberdaya alam inilah yang kemudian menyebabkan pertentangan kepentingan antara pihak akan sumber daya  alam.  Salah  satu  sektor  yangdipilih  oleh  masyarakat  karena  mampu  meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat yaitu disektor pertambangan.Tidak sedikit kegiatan pertambangan yang menimbulkan polemik bagi masyarakat dan kerusakan  lingkungan.  

Secara  bahasa  konflik  identik  dengan  percekcokan,  perselisihan  dan pertengkaran.  Konflik  adalah  salah  satu  esensi  dari  kehidupan  dan  perkembangan  manusia yang  mempunyai  karakteristik  yang  beragam.  Manusia  mempunyai  perbedaan  strata  sosial dan ekonomi, jenis kelamin, sistem hukum, suku, bangsa, agama, kepercayaan, aliran politik, serta budaya dan tujuan hidupnya. Selama perbedaan tersebut masih ada di dalam masyarakat maka konflik tidak akan dapat dihindari dan selalu akan terjadi, sebab perbedaan inilah yang menyebabkan  konflik  di  dalam  masyarakat.

Konflik  pertambangan  di daratan  yang  terjadi  di  Desa  Tanjung  Labu  merupakan  salah  satu  daerah  yang  memiliki ketersediaan   timah   cukup   besar.   Konflik sosial yang   timbul   antara   PT.Timah dengan masyarakat petani sawahyang seolah memikirkan keuntungan mereka dan tidak memikirkan akibatnya pada masyarakat sekitar. Aktivitas   pertambangan   ini   dilakukan   di   wilayah   daratan   Desa   Tanjung   Labu. Kemunculan pihak CV. Bintang Babel yang merupakan mitra perusahaan dari PT.Timah milik BUMN,  yang  telah  memasuki  area  IUP  di  Desa  Tanjung  Labu  sejak  akhir  tahun  2019.

Luas wilayah   yang   akan   dilakukan   pertambangan sekitar 300   hektare. Pada   saat   observasi ditemukan IUP  seluas  300  Hektar dan  untuk  saat  ini  20  Hektar  wilayah  yang  sudah ditambang. Melihat   kondisi   ini   kelompok   petani   sawah   melakukan   berbagai   cara   dalam menyelesaikan  permasalahan-permasalahan  terkait  pertambangan  tersebut.  Tindakan  yang dilakukan oleh masyarakat untuk mempertahankan wilayah mereka yaitu dengan demonstrasi pada 10 Februari 2020 masyarakat Lepar Pongok yang berlangsung di Kantor DPRD Provinsi Kepulauan  Bangka  Belitung  untuk  melakukan  tuntutan  mereka  terkait  pertambangan  di  desa Tanjung  Labu.  Hal  ini  dilakukan  oleh  berbagai  kalangan  masyarakat  terutama  para  petani sawah,  sebagian  dari  mereka  juga  berprofesi  sebagai  nelayan,  ibu-ibu  rumah  tangga  yang menolak  aktivitas  pertambangan  timah.  Hal  lain  yang  dilakukan  masyarakat  merupakan  cara mereka  agar  untuk  pemberhentian  aktivitas  penambangan  di  desa  mereka  ditutup  secara permanen,  apabila  tuntutan  mereka  tidak  dipenuhi  maka  akan  dilakukan  pemblokiran  jalan dan dikemudian hari akan melakukan unjuk rasa kembali.

Penolakan  masyarakat  tersebut  memiliki  dasar  dan  alasan  yang  kuat  karena  setelah aktivitas pertambangan tersebut berlangsung sejak tahun 2019 beroperasi warga sekitar mulai terkena  dampak  negatifnya  diantaranya  jalan  akses  masyarakat  menuju  kebun  menjadi  rusak diakibatkan  alat  berat  dan  pipa-pipa  besar.  Kemudian  hal  tersebut  juga  berdampak  sosial ekonomi masyarakatnya yaitu hilangnya mata pencaharian masyarakat sebagai petani. Hal ini membuat  masyarakatnya  beralih  mata  pencaharian  yang  tadinya  sebagai  petani  beralih menjadi nelayan.  Perlawanan diantara kedua belah pihak terus bergulir hingga saat ini, secara langsung kondisi ini disebabkan adanya benturan-benturan kepentingan masing-masing aktor. Dengan  adanya  konflik  tersebut  membawa  dampak  bagi  masyarakat  disekitarnya, salah  satunya  hubungan  sosial.  Hubungan  sosial  ketika  konflik  terjadi  memiliki  hubungan yang  renggang  dikarenakan  mereka  memiliki  kepentingan-kepentingan  yang  berbeda  satu sama   lain.   Jika   hubungan   sosial   antara   kelompok   renggang   ,   maka   perekonomian antarkelompok  pun  juga  menurun  ,  karena  dengan  munculnya  konflik  banyak  aktivitas masyarakat  yang terhenti sementara, sehingga masyarakat tidak bisa berkerja. Maka dari itu, kurangnya pendapatan penghasilan yang diperoleh oleh masyarakat sekitar.

Dampak sosial dari konflik ini sangat jelas. Karena, selain menghalangi kehidupan ekonomi komunitas penangkapan ikan dan petani, mereka juga menciptakan ketegangan dan potensi konflik sosial yang dapat membahayakan harmoni dan stabilitas daerah. Situasi ini menunjukan masalah tata kelola sumber daya alam. Sumber daya alam tidak hanya menunjukkan keterbukaan dalam proses pengambilan keputusan dan tanggung jawabpengelola sumber atau kebijakan yang rendah, tetapi juga kurangnya koordinasi dengan pemerintah, masyarakat, dan perusahaan pertambangan.

Adapun cara untuk menawarkan solusi dalam kontestasi kebijakan pemanfaatan potensi sumber daya alam di Tanjung Labu, beberapa langkah strategis dapat diambil yaitu:

1. Penegakan hukum yang tegas dan konsisten

Penegakan hukum yang tegas dan konsisten mengenai kegiatan penambangan ilegal, termasuk praktik korupsi dan perjanjian yang melibatkan pegawai negeri dan pasukan keamanan

2. Penguatan pengawasan dan partisipasi masyarakat

Penguatan pengawasan dan partisipasi masyarakat dalampengelolaan sumber daya alam, agar masyarakat lokaldapat berperan aktif dalam menjaga kelestarian lingkungandan mengawasi aktivitas tambang.

3. Pengembangan alternatif ekonomi berkelanjutan bagi masyarakat

Pengembangan alternatif ekonomi berkelanjutan bagi masyarakat seperti pemberdayaan nelayan dan petani serta pengembangan ekowisata, untuk mengurangi ketergantungan pada tambang ilegal yang merusak lingkungan.

4. Pengembangan alternatif ekonomi berkelanjutan

Pengembangan alternatif ekonomi berkelanjutan bagi masyarakat, seperti pemberdayaan nelayan dan petani serta pengembangan ekowisata, untuk mengurangi ketergantungan pada tambang ilegal yang merusak lingkungan.

5. Pembentukan forum dialog dan mediasi

Pembentukan forum dialog dan mediasi antara penambang, nelayan, pemerintah, dan organisasi masyarakat sipil untuk mencari solusi yang adil dan berkelanjutan, serta mengurangi konflik sosial

6. Penerapan kebijakan tata ruang wilayah yang jelas dan tegas

Penerapan kebijakan tata ruang wilayah yang jelas dan tegas seperti Perda RZWP3K, yang mengatur pemanfaatan ruang laut dan darat secara berkelanjutan dan meminimalisir konflik kepentingan antar pemangku kepentingan.

Solusi dan strategi ini diharapkan memungkinkan implementasi berkelanjutan dari penggunaan sumber daya alam potensial Tanjung Labu. Ini memprioritaskan keseimbangan kepentingan ekonomi, sosial dan ekologis dan mencegah konflik yang lebih lama yang membahayakan masyarakat dan seluruh wilayah.

Exit mobile version