Indeks

Untuk Apa Masyarakat Indonesia Membayar BPJS Jika 144 Penyakit Tidak Dicakup?

Oleh : Ahmad Rama Efrizal

Babelmendunia.com, Jakarta, 5 Januari 2025 — Kebijakan mengenai tidak dicakupnya 144 jenis penyakit oleh BPJS Kesehatan menjadi isu hangat di tengah masyarakat. Banyak yang mempertanyakan urgensi membayar iuran BPJS jika cakupan perlindungannya semakin terbatas. Di bawah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, kebijakan ini disebut-sebut sebagai langkah efisiensi, tetapi bagi rakyat, justru menjadi beban tambahan yang tidak masuk akal.

BPJS: Sebuah Beban atau Solusi?

Sejak diluncurkan pada 2014, BPJS Kesehatan digadang-gadang menjadi solusi jaminan kesehatan nasional berbasis gotong royong. Namun, dengan adanya kebijakan pengurangan cakupan terhadap ratusan penyakit, masyarakat mulai mempertanyakan esensi program ini.

Muhamad Nasir (30), seorang pekerja, mengungkapkan kegelisahannya.

“Setiap bulan kami dipaksa bayar iuran BPJS. Tapi kalau nanti penyakit berat tidak ditanggung, apa gunanya? Uang itu lebih baik saya gunakan untuk kebutuhan harian,” katanya.

Pertanyaan ini menggambarkan keresahan luas: jika rakyat membayar tanpa manfaat yang setara, apakah BPJS benar-benar membantu, atau justru menjadi beban tambahan?

Hak Kesehatan Adalah Hak Dasar

Pasal 28H UUD 1945 dengan jelas menyatakan bahwa setiap warga negara berhak atas pelayanan kesehatan. BPJS seharusnya menjadi alat untuk mewujudkan hak ini, bukan justru membatasi akses rakyat terhadap pengobatan penyakit tertentu.

Jika pemerintah beralasan bahwa ini adalah langkah efisiensi anggaran, maka rakyat berhak tahu:

1.Bagaimana dana BPJS dikelola?

2.Apakah benar ada defisit, atau justru ada kebocoran anggaran?

Kebijakan yang Tidak Pro Rakyat

Dengan pengurangan cakupan ini, rakyat kecil menjadi kelompok yang paling rentan. Biaya kesehatan untuk penyakit-penyakit berat akan menjadi beban pribadi mereka, padahal mereka tetap diwajibkan membayar iuran rutin. Hal ini tentu bertentangan dengan semangat gotong royong dan keadilan sosial.

“Kami bekerja keras untuk bayar iuran. Kalau pemerintah tidak mampu menghitung dengan baik kebutuhan kesehatan rakyat, kenapa kami yang harus menanggung akibatnya?” ujar Lina, seorang ibu rumah tangga di Medan.

Panggilan untuk Presiden Prabowo

Sebagai kepala negara, Presiden Prabowo diharapkan segera mengevaluasi kebijakan ini. Reformasi BPJS harus dilakukan dengan tetap mengutamakan kesejahteraan rakyat, bukan sekadar alasan efisiensi.

Pemerintah juga perlu membuka data pengelolaan anggaran BPJS secara transparan. Dengan demikian, masyarakat bisa melihat ke mana uang yang mereka bayar setiap bulan digunakan.

Rakyat Bertanya: Untuk Apa Membayar BPJS?

BPJS Kesehatan adalah harapan rakyat untuk perlindungan kesehatan yang adil dan merata. Namun, jika daftar penyakit yang tidak dicakup terus bertambah, manfaat dari program ini semakin diragukan.

Sebagai penutup, pemerintah harus merenungkan pertanyaan mendasar ini:

“Jika BPJS tidak lagi mencakup banyak penyakit, apa manfaatnya bagi rakyat? Untuk apa rakyat dipaksa membayar jika mereka tetap harus menanggung biaya kesehatan secara pribadi?”

Exit mobile version