BabelMendunia.com, Generasi Z, yaitu mereka yang lahir di era 1990-an akhir hingga awal 2010-an, merupakan generasi yang sejak kecil sudah akrab dengan teknologi. Mulai dari internet, media sosial, sampai gadget, semuanya sudah menjadi bagian dari keseharian mereka. Tapi kenyataannya, kemajuan teknologi ini justru memunculkan tantangan baru dalam dunia pendidikan.
Metode belajar yang masih banyak digunakan sekarang, seperti ceramah satu arah dan ujian tulis, sering kali terasa kurang relevan bagi generasi ini. Generasi Z cenderung lebih suka metode belajar yang interaktif, visual, dan langsung praktik. Sayangnya, tidak semua lembaga pendidikan cepat beradaptasi dengan kebutuhan belajar mereka.
Selain itu, tantangan lain datang dari banyaknya distraksi digital. Walaupun mereka terbiasa menggunakan teknologi, Generasi Z juga mudah terdistraksi oleh notifikasi media sosial atau hiburan online. Kalau metode pembelajaran tidak dibuat menarik dan engaging, mereka bisa kehilangan fokus dengan mudah. Karena itu, peran guru atau dosen sekarang bukan cuma menyampaikan materi, tapi juga harus jadi fasilitator yang kreatif dalam menciptakan suasana belajar yang aktif.
Namun di balik semua itu, Generasi Z punya banyak keunggulan. Mereka cepat belajar hal baru, punya akses informasi yang luas, dan sudah punya dasar keterampilan digital yang kuat. Tantangan pendidikan di abad ke-21 seharusnya bukan sekadar mengejar nilai akademik, tapi juga membekali mereka dengan kemampuan berpikir kritis, kerja sama, dan empati—hal-hal yang tidak bisa diajarkan lewat hafalan semata.
Jadi, sudah waktunya pendidikan kita berubah. Bukan lagi membuat Generasi Z harus menyesuaikan diri dengan sistem lama, tapi justru sistemnya yang harus menyesuaikan dengan karakter dan kebutuhan generasi masa kini.