BabelMendunia.com, Sumber daya alam adalah anugerah Tuhan yang seharusnyadikelola untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Timah, salah satu komoditas tambang unggulan Indonesia, terutamadari daerah seperti Bangka Belitung, telah lama menjaditulang punggung ekonomi daerah dan nasional. Namun, di balik gemerlapnya sumbangan ekspor dan pendapatan negara, terdapat luka-luka ekologis dan sosial yang kian membesar. Maka, sudah saatnya kita meninjau kembali cara kitamemperlakukan sumber daya ini. Menambang dengan “hati” dan “akal sehat” bukan hanya slogan, tetapi panggilan moral untuk bertindak bijaksana.
Indonesia adalah salah satu penghasil timah terbesar di dunia. Potensi ini semestinya bisa menjadi motor penggerakpembangunan dan kesejahteraan masyarakat lokal. Namun, kenyataannya, banyak daerah penghasil timah justru tertinggalsecara ekonomi dan rusak secara lingkungan. Tambang ilegalmarak, reklamasi tak berjalan, dan masyarakat lokal hanyamenjadi penonton dari aktivitas ekstraktif yang merugikanmereka sendiri.
Penambangan yang tidak terkontrol menyebabkan kerusakanhutan, pencemaran air, dan hilangnya sumber penghidupanseperti pertanian dan perikanan. Selain itu, banyak perusahaantambang yang mengeruk keuntungan besar, namun tidakmengembalikan manfaat yang setimpal kepada daerah dan warganya. Ini adalah bentuk ketimpangan struktural yang harus diperbaiki.
Menambang dengan hati berarti memikirkan dampak sosialdan ekonomi terhadap masyarakat lokal. Kegiatan tambangseharusnya tidak hanya menguntungkan investor, tapi juga memberi manfaat langsung pada rakyat. Beberapa langkahyang dapat diambil antara lain:
1.Pelibatan masyarakat lokal dalam proses perizinan, pengawasan, dan pengelolaan tambang.
2.Program CSR yang nyata dan berkelanjutan, sepertipelatihan keterampilan kerja, beasiswa pendidikan, dan pengembangan UMKM lokal.
3.Distribusi hasil tambang yang adil, melalui dana bagi hasilyang transparan dan diarahkan untuk pembangunaninfrastruktur, kesehatan, dan pendidikan.
Sementara menambang dengan akal sehat berartimenggunakan logika jangka panjang dalam pengelolaansumber daya. Timah bukanlah sumber daya terbarukan. Jika dieksploitasi tanpa kendali, habisnya hanya soal waktu. Maka solusi berkelanjutan harus segera dijalankan:
1.Hilirisasi industri timah, agar tidak hanya mengeksporbahan mentah, tapi juga menciptakan nilai tambah di dalamnegeri.
2.Regulasi ketat terhadap tambang ilegal, dengan pengawasanberbasis teknologi dan pelibatan masyarakat sipil.
3.Reklamasi wajib dan audit lingkungan berkala untukmemulihkan lahan yang rusak.
4.Diversifikasi ekonomi, agar daerah tidak bergantung hanyapada tambang, melainkan juga mengembangkan sektor lain seperti pertanian dan pariwisata.
Sudah saatnya kita keluar dari paradigma lama: bahwatambang adalah tentang eksploitasi semata. Tambang harusmenjadi instrumen untuk keadilan sosial dan keberlanjutanlingkungan. Timah adalah milik rakyat. Maka, pengelolaannya pun harus untuk rakyat, oleh rakyat, dan bersama rakyat. Dengan hati dan akal sehat, kita bisamenciptakan masa depan di mana sumber daya alam menjadiberkah, bukan kutukan.
Ke depan, tantangan kita bukan hanya bagaimanamenambang, tapi bagaimana meninggalkan warisan yang lestari, adil, dan bermartabat bagi generasi yang akan datang. Karena bumi ini bukan warisan nenek moyang, melainkantitipan anak cucu.