Timah dan Tantangan Sosial: Peran Masyarakat dalam Mewujudkan Keadilan Sumber Daya Timah

Oleh: Farhani Tri Septatiana

Avatar photo
banner 120x600

BabelMendunia.com, Bangka Belitung dikenal luas sebagai daerah penghasil timah terbesar di Indonesia. Timah telah menjadi salah satu sumber mata pencarian masyarakat sejak masa kolonial hingga kini. Namun, di balik potensi pertambangan timah diwilayah ini tidak hanya membawa keuntungan ekonomi, tetapi juga terdapat berbagai tantangan sosial yang berkaitan dengan keadilan sosial, keberlanjutan lingkungan dan konflik antar masyarakat. Hingga pemerintah lokal semakin menguatkan bahwa tata kelola sumber daya timah masih jauh dari prinsip keadilan sosial dan keberlanjutan.

Di sisi lain tantangan sosial dalam industri Penambangan timah, baik legal oleh PT Timah Tbk maupun ilegal oleh masyarakat, telah banyak menimbulkan konflik horizontal di tengah masyarakat dengan isu yang terus berulang. Ketegangan seperti ini pernah muncul di wilayah Batu Beriga dan Desa Rias, di mana aktivitas tambang mengganggu wilayah tangkap nelayan dan merusak kawasan pertanian produktif. Hal ini menunjukkan adanya tumpang tindih kepentingan akibat lemahnya penataan ruang serta minimnya partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan. Jika tidak ditangani dengan bijak kondisi ini dapat merusak tatanan sosial dan menghambat perkembangan wilayah tersebut.

Meskipun timah memberikan pendapatan besar secara makro, realitas di lapangan menunjukkan bahwa manfaatnya belum terdistribusi secara merata. Akibatnya, banyak penduduk setempat terpaksa terlibat dalam tambang ilegal karena desakan ekonomi serta masyarakat yang hanya menjadi penonton dalam pengelolaan kekayaan ini. Di sisi lain, sebagian kecil pihak menikmati keuntungan besar dari hasil tambang tanpa memperhatikan dampaknya terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar. Situasi ini memperjelas bahwa belum terjadi keadilan sumber daya. Keadilan yang dimaksud bukan sekadar membagi hasil, tetapi juga menyangkut hak atas ruang hidup yang layak, akses terhadap keputusan, dan partisipasi dalam pengelolaan sumber daya.

Akan tetapi masyarakat seharusnya tidak hanya diposisikan sebagai objek yang terdampak, tetapi juga sebagai subjek utama dalam proses pengelolaan sumber daya alam. Perlawanan yang dilakukan oleh nelayan di berbagai desa yang menolak tambang laut merupakan bentuk nyata dari kepedulian masyarakat terhadap masa depan lingkungan dan generasi berikutnya. Namun, perlawanan saja tidak cukup. Diperlukan transformasi dari perlawanan menjadi keterlibatan aktif dan terorganisir dalam perencanaan dan pengawasan tata kelola tambang. Untuk itu, masyarakat perlu mendapatkan ruang yang lebih luas dalam forum-forum pengambilan keputusan seperti Musyawarah Perencanaan Pembangunan, revisi RT RW, hingga pengawasan izin lingkungan. Di sisi lain, masyarakat juga perlu didukung dengan pendidikan kritis, advokasi hukum, dan teknologi informasi agar dapat menyuarakan aspirasinya secara efektif dan konstruktif

Baca Juga  Menimbang Dampak Penghapusan PPDB Jalur Sistem Zonasi

Oleh karena itu, Kondisi ini menunjukkan bahwa pengelolaan timah tidak bisa hanya dilihat dari sisi ekonomi, melainkan juga dari sisi sosial, ekologis, dan keberlanjutan ruang hidup masyarakat. Sebagai kaum akademis, mahasiswa memiliki tanggunag jawab moral untuk menjadi penengah dan menawarkan solusi apa yang adil bagi semua pihak.  Mengelola sumber daya bukan hanya sekedar soal perekonomian melainkan juga menjaga kelestarian agar menjadi lebih baik dan bertangguang jawab.

1) Zonasi Wilayah: Dasar Solusi yang Adil

Solusi utama yang harus dikedepankan adalah penyusunan zonasi wilayah berbasis musyawarah ataupartisipasi masyarakat. Harus ada batasan jelas wilayah mana yang boleh dan tidak boleh ditambang. Wilayah tangkap nelayan, lahan pertanian, serta kawasan pesisir dan pariwisata harus dilindungi secara hukum dan fungsional. Zonasi ini bertujuan untuk memisahkan dengan jelas area yang bisa dijadikan tambang dengan wilayah yang harus dilindungi seperti daerah tangkap nelayan, lahan pertanian, perkebunan, serta kawasan wisata. Zonasi ini penting agar tidak terjadi tumpang tindih penggunaan lahan, yang selama ini sering menjadi sumber utama konflik. Penetapan zonasi harus berdasarkan kajian akademis yang mempertimbangkan aspek lingkungan, ekonomi, dan sosial.

2) Pengawasan Bersama dan Transparansi Data

Diperlukan sistem pengawasan yang melibatkan masyarakat, mahasiswa, dan lembaga independen agar aktivitas tambang bisa dipantau secara terbuka dan akuntabel.

3) Pendidikan dan Pemberdayaan Ekonomi Alternatif

Mahasiswa bersama pemerintah desa dan organisasi lokal dapat membangun program edukasi dan pelatihan untuk membuka peluang usaha baru di luar tambang serta Mahasiswa dapat mendampingi masyarakat mengembangkan usaha berbasis sumber daya lokal yang tidak merusak lingkungan seperti budidaya laut, kerajinan lokal, atau pengelolaan wisata berbasis alam.

Baca Juga  PRAKTIK KORUPSI DALAM DUNIA PENDIDIKAN

Mengelola sumber daya timah bukan sekadar persoalan teknis atau ekonomi, tetapi soal keadilan, keberlanjutan, dan masa depan generasi. Peran masyarakat lokal harus diperkuat, bukan dilemahkan. Mahasiswa sebagai kaum intelektual muda memiliki tanggung jawab moral dan sosial untuk menjadi penengah dan penggerak perubahan. Melalui kerja kolaboratif, inklusif, dan berbasis data, kita bisa menciptakan tata kelola timah yang tidak memecah belah, tapi justru mempersatukan dan menyejahterakan. Keadilan dalam pengelolaan sumber daya timah di Bangka Belitung memerlukan partisipasi aktif dari masyarakat. Dengan meningkatkan kesadaran, edukasi, dan keterlibatan dalam pengambilan keputusan, masyarakat dapat memainkan peran kunci dalam mengatasi tantangan sosial yang ada. Upaya bersama ini tidak hanya akan memastikan kesejahteraan masyarakat, tetapi juga menjaga kelestarian sumber daya alam untuk generasi mendatang

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *