TANTANGAN DALAM PENDIDIKAN DIGITAL TERHADAP GENERASI Z (Gen Z)

Oleh : Vebby Kencana Yadi Jaya, Mahasiswa PGSD, FKIP, Universitas Muhammadiyah Bangka Belitung

Avatar photo
banner 120x600

BabelMendunia.com, Kita sedang hidup di tengah era yang sangat berbeda dari masa laluera digital, di mana informasi tidak hanya mengalir deras, tetapi membanjiri setiap sudut kehidupan, termasuk dunia anak-anak. Generasi yang lahir dan tumbuh di tengah ekosistem digital ini sering disebut sebagai Generasi Z, atau dengan istilah populer, “Kids Jaman Now.” Mereka adalah anak-anak yang sejak kecil sudah mengenal layar sentuh, terampil menjelajah dunia maya, namun seringkali kesulitan memahami dunia nyata.

Dalam dunia “Mendidik Generasi Z, adalah sebuah tantangan dan Strategi di Era Digital” tergambar jelas bahwa pendidikan di masa kini sedang berada dalam titik krusial, antara harapan akan kemajuan dan kekhawatiran terhadap kemunduran karakter. Teknologi hadir sebagai pisau bermata dua. Di satu sisi, ia membuka akses luar biasa terhadap pengetahuan, kreativitas, dan koneksi global. Di sisi lain, teknologi juga berpotensi menumpulkan empati, melemahkan konsentrasi, bahkan memicu krisis sosial-emosional yang serius pada anak-anak.

Kecanduan layar bukan lagi mitos. Banyak anak mengalami kesulitan fokus di kelas, lebih sibuk mengecek notifikasi daripada menyimak penjelasan guru. Bahkan, tak sedikit yang lebih akrab dengan avatar di game daring daripada teman sebangku. Ini bukan semata karena anak malas atau nakalini adalah gejala dari ekosistem yang membentuk kebiasaan baru, seringkali tanpa kontrol dan pendampingan yang memadai. Namun, menyalahkan teknologi sebagai biang kerok dari semua masalah adalah narasi yang tidak adil dan terlalu dangkal. Teknologi, pada dasarnya, adalah alat ia tidak memiliki nilai moral, kitalah yang memberi makna atas penggunaannya. Maka, pertanyaannya bukan “bagaimana menghindari teknologi”, tetapi “bagaimana menggunakan teknologi dengan bijak untuk mendidik anak-anak menjadi manusia seutuhnya.”

Baca Juga  ETIKA DAN PROFESIONALISME PILAR KOKOH DUNIA PENDIDIKAN

Pendidikan hari ini perlu bergerak dari paradigma lama menuju pendekatan yang lebih relevan. Kita tidak bisa lagi mengandalkan metode ceramah satu arah, atau menilai kecerdasan anak hanya dari angka ujian. Anak-anak digital membutuhkan pendidikan yang dialogis, kreatif, kolaboratif, dan reflektif yang memberi ruang bagi eksplorasi teknologi tanpa meninggalkan sentuhan manusia. Peran guru dan orangtua menjadi semakin krusial. Guru tidak hanya bertugas menyampaikan materi, tetapi juga menjadi fasilitator, pendamping emosional, bahkan figur panutan dalam penggunaan teknologi yang sehat. Orangtua tidak cukup hanya menyediakan gadget canggih, tetapi harus hadir secara aktif membimbing, mendampingi, dan menjadi contoh nyata dalam etika digital. Sebab anak-anak lebih banyak meniru daripada mendengar.

Kerja sama antara rumah dan sekolah bukan lagi sebuah anjuran normatif, tetapi sebuah kebutuhan yang mendesak. Dunia digital tidak mengenal batas antara ruang privat dan publik. Maka, pendidikan anak pun harus melampaui tembok kelas mengalir dan terintegrasi antara lingkungan rumah, sekolah, dan dunia maya. Sinergi antara guru, orangtua, dan kebijakan pendidikan yang adaptif akan menjadi fondasi penting dalam membentuk generasi yang tangguh secara mental, cerdas secara digital, dan kaya secara emosional.

Baca Juga  Meningkatnya Peran Bisnis Digital di Era Modern

Dan yang tak kalah penting, mari kita kembalikan nilai-nilai kemanusiaan ke jantung pendidikan. Empati, kerja sama, kejujuran, daya juang semua itu tidak bisa diajarkan lewat gadget. Ia hanya tumbuh melalui interaksi manusiawi yang tulus, melalui dialog yang penuh makna, melalui pengalaman yang membentuk karakter. Kita tidak sedang melawan teknologi. Kita sedang berjuang untuk memastikan bahwa teknologi tidak merampas kemanusiaan dari anak-anak kita. Bahwa di tengah dunia yang makin terdigitalisasi, mereka tetap bisa tumbuh sebagai manusia yang berpikir kritis, berperasaan lembut, dan bertindak bijaksana. Karena pada akhirnya, pendidikan bukan tentang mencetak anak yang pandai klik dan scroll. Tetapi tentang membentuk generasi yang mampu membedakan mana yang benar dan salah, mana yang penting dan remeh, mana yang manusiawi dan sekadar algoritma.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *