Profesionalisme atau Formalitas? Refleksi Etika Profesi Pendidikan dalam Dunia Kerja

Oleh : Wella Monica

Avatar photo
banner 120x600

BabelMendunia.com, Etika profesi pendidikan sering kali dipandang sebagai formalitas belaka, padahal substansinya jauh lebih mendalam. Banyak guru dan tenaga pendidik yang hanya menaati peraturan karena takut akan sanksi, tanpa diiringi kesadaran moral yang seharusnya menjadi inti dari etika profesi. Dalam dunia kerja, etika profesi seharusnya berperan sebagai panduan moral dalam perilaku sehari-hari, bukan sekadar beban administratif.

Namun, di lapangan, penerapannya kerap bersifat simbolis tanpa internalisasi nilai-nilai etika secara mendalam. Akibatnya, muncul berbagai pelanggaran etika, seperti diskriminasi dan pelanggaran privasi siswa. Refleksi mendalam diperlukan agar etika profesi pendidikan tidak hanya dipahami secara konseptual, tetapi juga diterapkan secara nyata.

Profesionalisme dalam etika profesi pendidikan tidak cukup hanya dengan mematuhi tugas administratif, tetapi juga memerlukan komitmen moral untuk memberikan yang terbaik bagi siswa. Seorang guru yang profesional tidak hanya melaksanakan tugas sesuai instruksi, melainkan juga mempertimbangkan keadilan dan empati dalam bertindak. Sayangnya, masih banyak guru yang merasa cukup dengan sekadar memenuhi instruksi atasan tanpa memperhatikan aspek moral dan karakter siswa.

Akibatnya, perlakuan diskriminatif terhadap siswa dari latar belakang sosial atau akademik yang berbeda kerap terjadi. Fokus pada formalitas administrasi membuat pengembangan karakter siswa terabaikan, padahal aspek tersebut justru merupakan inti dari pendidikan. Penguatan profesionalisme guru perlu ditekankan pada penguatan nilai-nilai etika dalam proses pembelajaran.

Baca Juga  URGENSI PENDIDIKAN KARAKTER DI TENGAH PERUBAHAN ZAMAN

Salah satu tantangan utama dalam penerapan etika profesi pendidikan adalah ketidaksesuaian antara kebijakan dan implementasi di lapangan. Meskipun regulasi etika telah dirumuskan secara tertulis, pelaksanaannya masih sering melenceng dari prinsip-prinsip tersebut. Contohnya adalah kebijakan terkait kerahasiaan data siswa, yang sering kali dilanggar akibat kurangnya pemahaman guru akan pentingnya privasi.

Hal ini diperburuk oleh minimnya sosialisasi dan pelatihan yang membahas penguatan etika profesi. Beban administratif yang berat juga membuat guru lebih fokus pada tugas formal, sehingga internalisasi nilai-nilai etika sering kali terabaikan. Diperlukan sinergi antara kebijakan, pelatihan, dan pengawasan yang efektif agar penerapan etika profesi dapat berjalan secara optimal.

Faktor budaya kerja di sekolah juga memengaruhi penerapan etika profesi. Di beberapa sekolah, masih ada budaya “asal patuh” yang membuat guru lebih memilih mematuhi peraturan secara formalitas tanpa memahami maknanya secara mendalam. Budaya ini diperkuat oleh gaya kepemimpinan atasan yang lebih mengutamakan kepatuhan ketimbang pengembangan moral.

Sebagai hasilnya, guru cenderung fokus pada pencapaian target administratif, sementara proses pembelajaran yang bermakna menjadi terabaikan. Jika budaya ini terus dibiarkan, etika profesi hanya akan menjadi simbol kosong tanpa makna substantif. Perubahan budaya kerja yang lebih berbasis nilai-nilai etika sangat diperlukan agar guru memiliki kesadaran etis yang lebih tinggi dalam melaksanakan tugasnya.

Baca Juga  Etika Profesi Guru: Pilar Kunci Sukses Merdeka Belajar

Upaya penguatan etika profesi pendidikan membutuhkan kolaborasi dari berbagai pihak. Sekolah sebagai lembaga formal bertanggung jawab menciptakan budaya etis yang kondusif. Kepala sekolah harus menjadi teladan dalam menginternalisasi nilai-nilai etika, sementara guru perlu diberikan pelatihan secara berkala tentang penguatan karakter dan profesionalisme.

Pemerintah juga memiliki peran penting dalam menyediakan regulasi yang mendukung pengawasan serta evaluasi etika profesi secara berkelanjutan. Jika upaya ini dilaksanakan secara konsisten, guru akan lebih sadar dan tergerak untuk melaksanakan tugasnya tidak hanya secara formal, tetapi juga dengan komitmen moral yang tulus. Dengan demikian, terciptalah pendidikan berbasis etika yang dapat memberikan dampak positif bagi kualitas pembelajaran dan karakter siswa.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *