BabelMendunia.com, Saat ini, sektor timah banyak memberikan dampak perubahan beragam di Kepulauan Bangka Belitung, mulai dari akses kesejahteraan ekonomi, masalah lingkungan hidup, konflik sosial sesama masyarakat, rendahnya kepatuhan penambang terhadap regulasi, kerancuan otoritas perizinan tambang, hingga relasi politis pemilik modal tambang dan pemerintah menambah buruk situasi kebijakan tata kelola pertambangan. Ini menunjukkan bahwa selain dari aspek produksi timah yang dihasilkan di atas, ada dampak yang dirasakan secara lokal di daerah sekitar tambang.
Salah satu kasus tambang timah di Bangka Belitung yang paling menonjol adalah kasus korupsi izin tambang yang melibatkan PT Timah Tbk dan sejumlah perusahaan swasta serta pejabat daerah. Dalam kasus ini, penambangan ilegal berlangsung massif di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah sejak 2015 hingga 2022, dengan modus kerja sama antara PT Timah dan perusahaan smelter swasta untuk mengakomodasi hasil tambang ilegal. Kasus ini menyebabkan kerugian negara mencapai sekitar Rp 300 triliun, termasuk kerusakan ekosistem seluas 75 ribu hektare hutan dan biaya pemulihan lingkungan yang sangat besar. Beberapa pejabat daerah dan pihak terkait terbukti lalai dalam pengawasan sehingga memperparah kerusakan lingkungan dan kerugian ekonomi. Kasus ini juga mengungkap praktik rekayasa izin dan pembelian bijih timah ilegal yang memperkaya beberapa pihak secara tidak sah, termasuk tersangka seperti Harvey Moeis yang berperan sebagai perantara jual beli bijih timah ilegal. Kasus ini menjadi potret buruk tata kelola sumber daya alam di Bangka Belitung yang berdampak negatif pada lingkungan dan masyarakat setempat.
Kasus ini menunjukkan betapa pentingnya reformasi tata kelola pertambangan yang transparan, akuntabel, dan berkelanjutan. Eksploitasi tambang yang tidak terkendali dan korupsi merusak lingkungan serta mengancam mata pencaharian masyarakat nelayan, petani, dan pelaku pariwisata. Penanganan kasus ini harus melibatkan semua pihak agar tidak hanya fokus pada aspek hukum, tetapi juga pada pemulihan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat yang terdampak.
Pemanfaatan sumber daya alam timah harus dilakukan secara bijak karena timah merupakan sumber daya yang tidak dapat diperbarui dan memiliki peran strategis dalam berbagai industri, termasuk elektronik, teknologi tinggi, dan energi terbarukan. Jika penambangan timah dilakukan secara sembarangan, akan menimbulkan kerusakan lingkungan yang serius seperti degradasi lahan, pencemaran, dan hilangnya habitat, yang pada akhirnya merugikan masyarakat lokal dan keberlanjutan ekosistem. Selain itu, bijak dalam pemanfaatan timah juga penting untuk menjaga keberlangsungan cadangan timah agar dapat memenuhi kebutuhan industri masa depan dan mendukung pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan. Pengelolaan yang bertanggung jawab dengan menerapkan teknologi ramah lingkungan, regulasi ketat, serta program reklamasi lahan bekas tambang dapat meminimalkan dampak negatif sekaligus meningkatkan nilai tambah sumber daya ini. Dengan demikian, pemanfaatan timah secara bijaksana tidak hanya menjamin manfaat ekonomi jangka pendek, tetapi juga menjaga keseimbangan ekologi dan kesejahteraan masyarakat dalam jangka panjang.
Agar dampak positif dari pemanfaatan timah bisa dirasakan oleh nelayan dan penambang, perlu dibuat aturan yang jelas dan pengawasan ketat supaya aktivitas tambang tidak merusak lingkungan dan wilayah tangkap nelayan. Selain itu, penting untuk saling berkomunikasi antara nelayan dan penambang agar kedua pihak bisa saling memahami dan mencari solusi bersama. Pemerintah dan akademisi juga harus ikut membantu mengawasi dan memfasilitasi kerja sama ini. Memberikan pelatihan dan alternatif penghasilan bagi penambang juga bisa mengurangi tekanan eksploitasi timah secara berlebihan. Dengan cara ini, pengelolaan timah bisa dilakukan secara adil dan berkelanjutan sehingga manfaatnya dirasakan oleh semua pihak tanpa menimbulkan konflik.
Solusi yang dapat di lakukan, kami sebagai mahasiswa dapat berperan sebagai penengah dengan memfasilitasi dialog inklusif antara pemerintah, perusahaan tambang, dan masyarakat lokal untuk mencari solusi bersama. Mahasiswa juga dapat melakukan kajian ilmiah dan pemetaan sosial-ekologis yang menjadi dasar kebijakan zonasi pertambangan agar tidak mengganggu wilayah tangkap nelayan, pertanian, dan kawasan konservasi. Selain itu, mahasiswa dapat mengadvokasi transparansi dan pengawasan publik terhadap pengelolaan tambang serta mendorong program edukasi dan pemberdayaan masyarakat untuk membuka alternatif ekonomi berkelanjutan. Dengan peran ini, mahasiswa dapat membantu meredam konflik sosial dan memastikan pengelolaan sumber daya timah di Bangka Belitung berjalan adil dan berkelanjutan demi masa depan yang lebih baik bagi semua pihak.