Babel Mendunia. Com- Kekerasan di sekolah menjadi isu yang semakin mengkhawatirkan. Mulai dari perundungan (bullying), kekerasan fisik, hingga kekerasan seksual, kasus-kasus ini terus bermunculan dan mencederai lingkungan belajar yang seharusnya kondusif. Untuk mencari solusi yang tepat, kita perlu menggali lebih dalam akar permasalahan yang memicu terjadinya kekerasan di sekolah. Pelaku kekerasan tidak hanya berasal dari sesame teman sebaya justru beberapa kasus dilakukan oleh oknum guru. guru yang seharusnya bisa menjadi tauladan dan sebagai orang tua kedua di sekolah justru menjadi salah satu oknum pelaku kekerasan terhadap siswa. Berdasarkan data statistik dari kementerian pemberdayaan Perempuan dan perlindungan anak mengungkapkan sebanyak 1.436 kasus kekerasan di sekolah pada tahun 2024. Dari 1.436 kasus terdapat 694 pelaku berprofesi sebagai guru.
AKAR MASALAH KEKERASAN OLEH OKNUM GURU
Beberapa faktor yang melatarbelakangi berbegai kekerasan yang dilakukan oleh guru terhadap siswa, yang pertama yaitu stres dan frustrasi yang dialami guru sering kali menjadi akar masalah terjadinya kekerasan di sekolah. Beban kerja yang berat, masalah pribadi, tekanan sosial, serta kurangnya dukungan dapat memicu emosi negatif yang sulit dikendalikan. Guru yang merasa tertekan cenderung melampiaskan emosinya kepada siswa, baik secara verbal maupun fisik. Akibatnya, siswa mengalami trauma psikologis, prestasi belajar menurun, dan lingkungan belajar menjadi tidak kondusif. Untuk mencegah hal ini, perlu adanya upaya untuk meningkatkan kesejahteraan guru, seperti memberikan dukungan psikologis, mengurangi beban kerja, dan memberikan pelatihan manajemen stres. Selain itu, penting juga untuk memperkuat pengawasan terhadap kinerja guru dan menyediakan saluran pelaporan yang aman bagi siswa.Gangguan Kepribadian: Beberapa guru mungkin memiliki gangguan kepribadian tertentu yang membuat mereka cenderung bertindak agresif atau impulsif.
Faktor selanjutnya yaitu kurangnya kontrol diri pada guru menjadi pemicu utama terjadinya kekerasan di lingkungan sekolah. Ketika dihadapkan pada situasi yang menantang, seperti siswa yang nakal atau kelas yang gaduh, guru yang kesulitan mengelola emosi cenderung bertindak impulsif. Ketidakmampuan untuk mengendalikan amarah, frustrasi, atau stres dapat memicu tindakan kekerasan, baik secara verbal maupun fisik. Hal ini disebabkan oleh kurangnya kesadaran diri, kesulitan dalam mengidentifikasi pemicu emosi negatif, dan kurangnya keterampilan dalam merespons situasi dengan tenang dan rasional. Akibatnya, hubungan guru-siswa menjadi terganggu, lingkungan belajar menjadi tidak kondusif, dan trauma psikologis pun dapat dialami oleh siswa.
Norma kekerasan yang tertanam dalam masyarakat turut menjadi akar masalah terjadinya kekerasan di sekolah, khususnya yang dilakukan oleh oknum guru. Dalam beberapa lingkungan, tindakan kekerasan, baik fisik maupun verbal, sering dianggap sebagai cara yang efektif untuk mendisiplinkan seseorang. Norma ini kemudian dapat terinternalisasi oleh individu, termasuk guru, sehingga mereka meyakini bahwa kekerasan adalah alat yang sah untuk menegakkan aturan. Ketika guru membawa norma kekerasan ini ke dalam ruang kelas, mereka cenderung menggunakan kekerasan sebagai respons terhadap perilaku siswa yang dianggap melanggar aturan. Padahal, tindakan kekerasan justru akan menimbulkan trauma psikologis pada siswa dan merusak hubungan guru-siswa. Untuk mengatasi masalah ini, perlu adanya upaya untuk mengubah persepsi masyarakat tentang kekerasan dan mempromosikan metode displin yang lebih positif dan humanis.
Kurangnya pendidikan dan pelatihan yang memadai menjadi faktor selanjutnya yang menyebabkan terjadinya kekerasan yang dilakukan oleh oknum guru. Banyak guru yang tidak dilengkapi dengan keterampilan yang diperlukan untuk mengelola konflik dengan siswa secara efektif. Ketidakmampuan dalam mengelola emosi dan meredakan ketegangan dapat memicu tindakan kekerasan. Selain itu, kurangnya pengawasan terhadap kinerja guru juga membuka peluang terjadinya tindakan kekerasan. Tanpa adanya pengawasan yang ketat, oknum guru yang berpotensi melakukan kekerasan dapat dengan mudah lolos dari pengawasan dan terus melakukan tindakan yang merugikan siswa.
DAMPAK KEKERASAN OLEH OKNUM GURU
Kekerasan yang dilakukan oleh oknum guru menimbulkan dampak yang sangat merugikan baik bagi korban maupun lingkungan sekolah secara keseluruhan. Korban kekerasan seringkali mengalami trauma psikologis jangka panjang seperti kecemasan, depresi, dan gangguan stres pasca-trauma yang dapat mengganggu kehidupan mereka. Selain itu, kekerasan juga dapat merusak konsentrasi dan motivasi belajar siswa, sehingga berdampak negatif pada prestasi akademik mereka. Lebih jauh lagi, kejadian kekerasan di sekolah dapat merusak reputasi sekolah dan mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap kualitas pendidikan yang diberikan, sehingga berdampak pada citra dan keberlangsungan sekolah tersebut.
SOLUSI MENGATASI MASALAH
Untuk mengatasi masalah kekerasan yang dilakukan oleh oknum guru, diperlukan upaya komprehensif yang melibatkan berbagai pihak. Salah satu upaya yang penting adalah meningkatkan kualitas pendidikan guru melalui pelatihan manajemen konflik untuk membekali mereka dengan keterampilan dalam menghadapi situasi yang menantang. Selain itu, pengembangan kurikulum yang lebih fleksibel dan berfokus pada pengembangan karakter siswa juga dapat membantu mencegah terjadinya kekerasan. Penguatan pengawasan melalui evaluasi kinerja guru secara berkala dan penyediaan mekanisme pelaporan yang aman bagi siswa juga sangat penting. Perubahan budaya sekolah dengan menciptakan lingkungan yang positif dan inklusif, serta melibatkan orang tua dalam proses pendidikan anak dapat menjadi langkah strategis lainnya. Dengan pendekatan yang komprehensif ini, diharapkan masalah kekerasan di sekolah dapat diatasi secara efektif dan menciptakan lingkungan belajar yang aman dan nyaman bagi semua Untuk mengatasi masalah kekerasan yang dilakukan oleh oknum guru, diperlukan upaya komprehensif yang melibatkan berbagai pihak. Selain peningkatan kualitas pendidikan guru dan pengembangan kurikulum, perlu juga adanya penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku kekerasan. Penting untuk memberikan sanksi yang setimpal agar menjadi efek jera dan mencegah terulangnya tindakan serupa. Selain itu, dukungan psikologis bagi korban kekerasan juga sangat penting untuk membantu mereka pulih dari trauma. Keterlibatan masyarakat, khususnya tokoh agama dan tokoh masyarakat, dalam kampanye anti-kekerasan juga dapat memberikan kontribusi yang signifikan. Dengan pendekatan yang komprehensif dan melibatkan seluruh komponen masyarakat, diharapkan masalah kekerasan di sekolah dapat diatasi secara efektif dan menciptakan lingkungan belajar yang aman, nyaman, dan kondusif bagi seluruh warga sekolah.