BabelMendunia.com, Bangka Belitung merupakan salah satu daerah penghasil timah terbesar di Indonesia, bahkan dunia. Kekayaanmineral ini telah menjadi tulang punggungperekonomian lokal selama puluhan tahun, memberikanlapangan pekerjaan bagi masyarakat, dan menyumbangdevisa negara yang tidak sedikit. Namun, di balikgemerlap keuntungan ekonomi yang ditawarkan, penambangan timah juga membawa konsekuensilingkungan yang serius dan kompleks, mulai darikerusakan lahan, pencemaran air, hingga degradasiekosistem laut dan darat. Di titik inilah urgensimengelola timah dengan bijak menjadi keniscayaan: bagaimana mengoptimalkan potensi ekonominyasembari menjaga kelestarian lingkungan untuk generasimendatang?
Pertambangan timah di Bangka Belitung telah lama menjadi penggerak ekonomi. Industri ini membukaribuan lapangan kerja, dari sektor hulu sepertipenambangan hingga hilir seperti peleburan dan ekspor. Kontribusinya terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sangat signifikan. Pemerintah daerah dan pusat sering kali mengandalkan industri ini sebagaitumpuan pembangunan ekonomi.
Namun, ketergantungan yang terlalu besar terhadapsektor ekstraktif ini menyimpan risiko jangka panjang. Ketika harga timah jatuh di pasar internasional, ekonomi lokal pun terdampak hebat. Di sisi lain, aktivitas penambangan ilegal yang tidak terkontrolmemperparah kondisi lingkungan dan menggeruspotensi ekonomi jangka panjang dari sektor lain seperti pariwisata dan perikanan.
Dampak lingkungan dari pertambangan timah di Bangka Belitung sangat nyata. Lubang-lubang bekastambang dibiarkan menganga tanpa reklamasi. Hutan yang dulunya lebat kini berubah menjadi lahan tandus. Sedimentasi dari aktivitas tambang memperburukkualitas air dan merusak terumbu karang di pesisir. Kerusakan ini tidak hanya berdampak pada flora dan fauna, tetapi juga pada kehidupan sosial ekonomimasyarakat yang menggantungkan hidup daripertanian, perikanan, dan pariwisata.
Ironisnya, sebagian besar masyarakat di daerah ini menyadari kerusakanyang terjadi, tetapi tidak memiliki banyak pilihan karena tambang adalahsumber penghidupan utama. Ini menciptakan dilema moral dan strukturalyang rumit: antara menyelamatkan lingkungan dan mempertahankanekonomi keluarga.
Kunci dari permasalahan ini terletak pada tata kelola yang bijak, adil, dan berkelanjutan. Pertama, negara harus hadir dalam mengatur dan mengawasipenambangan timah secara ketat, termasuk denganmenertibkan tambang ilegal yang merusak lingkungandan tidak memberikan kontribusi fiskal. Kedua, penting adanya pemetaan kawasan yang diperbolehkan untuk ditambang dengan pendekatanzonasi lingkungan. Tidak semua wilayah harusditambang, apalagi jika menyangkut kawasan lindungatau wilayah pesisir sensitif. Ketiga, industri timahharus didorong untuk bertransformasi menuju model bisnis yang lebih berkelanjutan, misalnya denganmewajibkan reklamasi pascatambang, penggunaanteknologi ramah lingkungan, dan transparansi dalamrantai pasok.
Upaya diversifikasi ekonomi juga pentingdilakukan. Sektor pariwisata, kelautan, dan pertanianorganik adalah potensi besar yang belum tergarapmaksimal. Bangka Belitung memiliki panorama alamdan kekayaan budaya yang bisa menjadi daya tarikwisata unggulan. Namun, pariwisata tidak akantumbuh jika lingkungan sudah rusak parah akibatpertambangan.
Program pelatihan dan peningkatan kapasitasmasyarakat harus difokuskan pada sektor-sektor non-tambang untuk menciptakan ketahanan ekonomi. Pemerintah perlu memberi insentif dan akses modal bagi wirausaha lokal agar mereka mampu berkembangdi sektor alternatif.
Solusi apa yang ditawarkan mahasiswa selaku kaumakademisi untuk menjadi penengah diantaramasyarakat ini? Jangan sampe ada konflik dari keduabelah pihak.
Dengan menawarkan solusi berbasis data dan dialog partisipatif. Mereka dapat memfasilitasi forum diskusiantara masyarakat, pemerintah, dan pelaku usahauntuk membangun kesepahaman, sekaligusmelakukan edukasi tentang dampak lingkungan dan potensi ekonomi alternatif. Melalui riset ilmiah, mahasiswa dapat membantu pemetaan wilayah tambang yang berisiko serta merancang model ekonomi berkelanjutan seperti ekowisata ataupertanian lestari. Selain itu, mereka juga dapatmenggagas program pemberdayaan masyarakatmelalui pelatihan keterampilan serta mengawaltransparansi tata kelola tambang agar lebih adil dan akuntabel.