Menambang Bijak, Hidup Selaras: Mencari Titik Tengah dalam Pemanfaatan Timah

Oleh: Dea Ananda, Mahasiswa PGSD, Universitas Muhammadiyah Bangka Belitung

Avatar photo
banner 120x600

BabelMendunia.com, Pulau Bangka dan Belitung dikenal sebagai tanah timah. Di balik kekayaan alam tersebut, tersimpan potensi konflik yang tak sedikit. Perseteruan antara penambang, nelayan, petani, dan pelaku pariwisata sering kali mencuat akibat perebutan ruang hidup dan sumber daya. Tambang dianggap merusak laut, merusak kebun, bahkan mencederai potensi wisata. Namun di sisi lain, masyarakat yang menambang juga berjuang mencari penghidupan. Di sinilah pentingnya mencari jalan tengah agar tidak ada pihak yang dikorbankan.

Sebagai mahasiswa, kita tidak hanya dituntut memahami teori, tetapi juga memiliki kepekaan sosial dan keberanian untuk menawarkan solusi. Permasalahan tambang timah bukan sekadar soal ekonomi, tetapi juga soal keadilan, kelestarian lingkungan, dan harmoni sosial. Sebagai mahasiswa, kita tidak hanya dituntut memahami teori, tetapi juga memiliki kepekaan sosial dan keberanian untuk menawarkan solusi. Permasalahan tambang timah bukan sekadar soal ekonomi, tetapi juga soal keadilan, kelestarian lingkungan, dan harmoni sosial.

Aktivitas tambang timah di berbagai wilayah, termasuk Batu Beriga dan Rias, menunjukkan bahwa potensi konflik horizontal bisa terjadi kapan saja. Nelayan mengeluhkan laut yang keruh dan ikan yang menjauh. Petani khawatir lahan mereka rusak akibat limbah tambang. Di sisi lain, para penambang rakyat merasa hanya itu satu-satunya pekerjaan yang bisa mereka andalkan. Permasalahan utama terletak pada tumpang tindih wilayah, minimnya pengawasan, dan ketiadaan dialog antar kelompok. Pemerintah, perusahaan, dan masyarakat sering berjalan sendiri-sendiri. Kita mahasiswa sebagai agen perubahan harus tampil sebagai perantara yang bisa diterima semua pihak bukan sekadar pengamat, tetapi juga fasilitator dialog, sebagai kaum akademisi memiliki peran penting untuk menjadi penengah dalam konflik tambang timah di Bangka Belitung, terutama untuk mencegah perpecahan antara masyarakat yang mendukung aktivitas penambangan demi alasan ekonomi dan pihak-pihak yang menolak karena alasan kerusakan lingkungan. Peran ini dapat dijalankan dengan pendekatan edukatif dan partisipatif yang mengutamakan kepentingan jangka panjang masyarakat secara menyeluruh.

Baca Juga  Menanggulangi Permasalahan Tindak Kekerasan Seksual Dilingkukan Sekolah Dasar

Solusi yang dapat ditawarkan adalah melakukan penyadaran kolektif kepada masyarakat melalui program-program edukasi lingkungan yang dikemas secara kontekstual dan mudah dipahami, misalnya dengan menyelenggarakan diskusi publik, forum desa, atau pelatihan kewirausahaan yang mengangkat dampak buruk penambangan ilegal dan alternatif sumber ekonomi lain yang lebih ramah lingkungan. Dalam hal ini, kita dapat memanfaatkan media visual dan teknologi informasi untuk menjangkau masyarakat secara luas, termasuk kelompok rentan dan kurang teredukasi.

Selain itu, dapat terlibat langsung dalam pendampingan program transisi ekonomi masyarakat yang semula bergantung pada tambang menuju aktivitas ekonomi alternatif, seperti pemanfaatan lahan bekas tambang untuk budidaya tanaman produktif atau konservatif. Contohnya, mahasiswa dapat membantu masyarakat mengembangkan budidaya eceng gondok di kolong bekas tambang yang tidak hanya membantu menyerap logam berat tetapi juga bernilai ekonomi sebagai bahan baku kerajinan atau sumber energi biogas. Pendekatan ini secara perlahan mengurangi ketergantungan terhadap penambangan ilegal dan mengalihkan fokus masyarakat pada kegiatan yang lebih berkelanjutan dan legal.

Dalam kapasitas sebagai agen intelektual, kitajuga berperan sebagai fasilitator dialog antara masyarakat, pemerintah, dan perusahaan tambang. Dengan pendekatan yang netral dan berbasis data ilmiah, mahasiswa dapat membantu membuka ruang musyawarah yang konstruktif, memediasi konflik kepentingan, serta mendorong lahirnya kesepakatan bersama yang adil dan saling menguntungkan. Mereka juga dapat membantu merumuskan usulan kebijakan lokal atau peraturan desa yang mengatur pembagian wilayah tambang, pelaksanaan reklamasi, serta alokasi dana untuk kesejahteraan masyarakat pasca tambang.Lebih jauh lagi, dapat menggagas pusat inovasi desa atau program pemberdayaan masyarakat berbasis kampus yang fokus pada edukasi, pengembangan ekonomi lokal, dan advokasi regulasi tambang rakyat. Dalam hal ini, kita juga bisa mengajak mahasiswa lintas disiplin lain dapat berkolaborasi misalnya dari bidang hukum, teknik lingkungan, pertanian, dan ekonomi untuk mendampingi masyarakat dalam mengelola sumber daya secara berkelanjutan. Dengan pendekatan yang tidak memihak namun berpihak pada masa depan masyarakat dan lingkungan, mahasiswa mampu menjadi jembatan dialog, agen perubahan, sekaligus motor penggerak solusi yang damai dan inklusif bagi persoalan tambang di Bangka Belitung.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *