Babel Mendunia.Com- Guru sebagai muaddib adalah sosok yang menjadi teladan bagi peserta didiknya. Dalam budaya Jawa, terdapat pepatah “guru iku digugu lan ditiru,” yang berarti guru adalah figur yang dipercaya dan dijadikan panutan. Peran guru tidak hanya terbatas pada menyampaikan materi pelajaran, tetapi juga mencakup tugas yang lebih luas, seperti mendidik etika, moral, integritas, dan karakter peserta didik.
Menjadi seorang guru bukanlah tugas yang sederhana. Peran ini tidak hanya sebatas menyampaikan materi pelajaran, tetapi juga menuntut guru untuk memiliki sifat sabar, amanah, tulus, dan melindungi mereka yang berada di bawah tanggung jawabnya. Tantangan berat dalam menjalankan tugas ini akan terasa lebih ringan jika guru memiliki sifat-sifat tersebut, karena Allah SWT akan mempermudah segala kesulitan yang dihadapi.
Salah satu hal yang paling mengesankan dari para ahli pendidikan Muslim pada masa lalu adalah penghargaan mereka yang begitu tinggi terhadap pendidikan. Mereka memandang pendidikan bukan sekadar sebagai pekerjaan, melainkan sebagai tanggung jawab moral yang mulia. Mengajar dianggap bukan sekadar profesi, melainkan kewajiban agama yang harus dijalankan dengan penuh dedikasi. Kecenderungan ini lahir dari rasa keagamaan yang kuat, yang mendorong mereka untuk menyepakati adanya “kode etik” dalam pengajaran. Menurut M. Jawad Ridla dalam bukunya al-Fikr al-Tarbawiyyu al-Islamiyyu Muqaddimat fi Usulih al-Ijtima’iyyati wa al-Aqlaniyyati, terdapat beberapa prinsip dasar yang menjadi landasan dari kode etik tersebut.
1. Ilmu disertai dengan pengamalan
Ilmu dipahami melalui mata batin, sedangkan amal perbuatan dapat dilihat dan dinilai oleh mata lahir. Mengingat kebanyakan orang lebih mengandalkan penilaian lahiriah, jika seorang guru tidak mempraktikkan apa yang diajarkannya, maka ia telah mengkhianati tanggung jawabnya untuk menyampaikan kebenaran. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ath-Thabrani, Rasulullah SAW memperingatkan, ketika manusia hanya menguasai ilmu tanpa mengamalkannya, saling menyatakan cinta dengan kata-kata tetapi menyimpan kebencian di hati, dan memutuskan hubungan persaudaraan, Allah SWT akan melaknat mereka, menjadikan telinga mereka tuli, dan mata mereka buta.
Al-Ghazali juga menekankan pentingnya pengamalan ilmu bagi seorang guru. Ia mengingatkan agar para pendidik tidak hanya terampil mengajar dan menasehati, karena hal ini bisa membawa bencana besar. Seorang guru harus lebih dahulu mempraktikkan apa yang ia ajarkan sebelum memberikan nasihat kepada orang lain.
2. Memperlakukan seperti anaknya sendiri
Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya aku bagi kalian seperti seorang ayah bagi anak-anaknya” (HR. Abu Daud). Hadis ini menggambarkan pentingnya hubungan penuh kasih antara guru dan murid, sebagaimana kasih sayang yang terjalin antara orang tua dan anak. Baik guru maupun murid memiliki kewajiban untuk saling mencintai dan memperhatikan satu sama lain dengan tulus.
3. Menjauhkan sifat tamak
Guru diharapkan memiliki cita-cita yang mulia, tidak serakah terhadap harta atau kekayaan orang lain. Rasulullah SAW bersabda, “Hati-hatilah terhadap sifat tamak, karena itu sebenarnya adalah kemiskinan yang tersembunyi.” Dalam hadis lain disebutkan, “Semua manusia hidup dalam kemiskinan, karena ketakutan mereka terhadap kemiskinan itu sendiri.” Hadis-hadis ini menegaskan bahwa seorang guru tidak seharusnya menjadikan ilmu sebagai alat untuk mengejar kepentingan duniawi semata.
4. Bersikap toleran dan pemaaf
Guru harus mampu bersikap lapang dada dan mencegah terjadinya konflik atau pertengkaran di antara murid, karena hal tersebut tidak memberikan manfaat. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT dalam Surat an-Nisa ayat 149 yang menyatakan, “Jika kamu menyatakan suatu kebaikan, menyembunyikannya, atau memaafkan kesalahan orang lain, maka sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Kuasa.”
5. Menghormati kebenaran
Guru memiliki tanggung jawab untuk menjunjung tinggi nilai kebenaran dan berkomitmen untuk memeliharanya. Mereka juga dituntut memiliki etos keilmuan, sehingga dengan semangat dan antusiasme, mereka melakukan kajian serta penelitian guna terus meningkatkan kualitas dan melakukan perbaikan.
6. Keadilan dan kesadaran
Sebagai pewaris para Nabi yang diamanahkan untuk menegakkan keadilan di tengah masyarakat, guru memiliki tanggung jawab yang lebih besar untuk berpegang pada nilai-nilai keadilan. Oleh karena itu, seorang guru harus senantiasa memiliki kesadaran dan empati, baik saat melakukan penelitian, berdiskusi, menyampaikan ilmu, maupun ketika mendengarkan pertanyaan dari murid.
7. Bersikap rendah hati
Ketika menghadapi berbagai persoalan, seorang guru perlu mengutamakan ketulusan dan kejujuran. Jika ditanya tentang sesuatu yang belum ia ketahui, guru hendaknya dengan jujur menjawab, “Saya belum tahu.” (Ibn Jamaah dalam Tadzkirat).
8. Memberikan Ilmu
Hubungan antara guru dan murid dapat diibaratkan seperti gambar yang terukir pada tanah liat, yang akan tetap terlukis dengan jelas meskipun belum ada goresan sebelumnya. Begitu juga, bayangan tongkat yang lurus tidak akan muncul jika tongkatnya sendiri bengkok. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT, “Apakah kamu menyuruh orang lain untuk melakukan kebajikan, sementara kamu sendiri melupakan dirimu?”
Penerapan prinsip ini akan menghasilkan pendidik yang tidak hanya mengajarkan pengetahuan, tetapi juga membentuk karakter murid yang baik, bertanggung jawab, dan berkepribadian mulia. Guru yang mengamalkan prinsip-prinsip ini turut serta dalam menciptakan masyarakat yang lebih adil, damai, dan berkualitas. pentingnya integritas moral dan sosial dalam peran seorang pendidik, serta menekankan bahwa ilmu tidak hanya untuk kepentingan pribadi, tetapi untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada masyarakat.