Kecanduan Gawai: Tantangan Pendidikan Anak Di Era Digital

Oleh: Alini Mauliza, Mahasiswi Universitas Muhammadiyah Bangka Belitung

Avatar photo
banner 120x600

BabelMendunia.com, Perkembangan teknologi yang begitu pesat telahmembawa perubahan signifikan dalam berbagai aspekkehidupan manusia. Salah satu dampak yang paling terasaadalah pada cara anak-anak belajar dan menghabiskan waktumereka sehari-hari. Dulu, kegiatan belajar lebih banyakdilakukan melalui buku cetak dan interaksi langsung denganguru di dalam ruang kelas. Namun kini, dengan hadirnyaperangkat elektronik seperti ponsel pintar dan tablet, polabelajar anak mengalami transformasi besar. Gawai tidak lagimenjadi barang mewah atau asing di tangan siswa sekolahdasar. Bahkan dalam kenyataannya, tidak sedikit anak usiadini yang lebih terampil menggunakan berbagai aplikasidigital dibandingkan membuka atau memahami isi bukupelajaran.

Perubahan ini terjadi dengan sangat cepat dan sayangnyatidak semua pihak, baik orang tua maupun pendidik, memilikikesiapan yang memadai dalam menyikapinya. Teknologimemang membawa banyak kemudahan, salah satunya dalamdunia pendidikan. Anak-anak kini dapat belajar dari mana sajatanpa harus selalu berada di sekolah. Mereka bisa mengaksesberbagai sumber belajar berupa video interaktif, kuis daring, hingga permainan edukatif yang dirancang untukmenstimulasi otak dan meningkatkan pemahaman. Fasilitasini tentu membawa angin segar bagi dunia pendidikan, terutama dalam mendorong pembelajaran yang lebih fleksibeldan menyenangkan.

Namun, di balik manfaat besar tersebut, ada tantanganserius yang juga muncul dan tidak boleh diabaikan. Salah satunya adalah meningkatnya penggunaan gawai secaraberlebihan yang berdampak pada tumbuhnya kebiasaannegatif. Banyak anak yang kini lebih memilih bermain gameonline atau menonton video hiburan tanpa batas waktudibandingkan membaca buku atau menyelesaikan tugassekolah mereka. Ketika layar menjadi sumber utama hiburandan kenyamanan, perlahan-lahan anak kehilangan ketertarikanterhadap aktivitas yang membutuhkan fokus dan kesabaran, seperti membaca atau menulis.

Fenomena ini tentu memunculkan kekhawatiran yang mendalam. Gejala kecanduan gawai mulai terlihat nyatadalam kehidupan sehari-hari. Anak-anak menjadi sulitberkonsentrasi, mudah bosan, dan lebih suka menyendiri. Interaksi sosial dengan teman sebaya menurun drastis. Kemampuan berpikir kritis yang seharusnya berkembang di usia sekolah dasar juga mengalami hambatan karena terlalusering terpapar konten cepat dan instan dari media digital. Tidak sedikit pula anak yang mengalami gangguan tidur, menjadi mudah marah, dan menunjukkan perilaku menarikdiri dari lingkungan sekitar.

Baca Juga  Wisuda Sarjana angkatan XIV Unmuh Babel, Ali Akbar Kader IMM babel menjadi Lulusan terbaik Prodi Ilmu Komputer

Ironisnya, banyak orang tua masih memandang gawaisebagai alat ampuh untuk menenangkan anak. Ketika anakmulai menangis atau merasa bosan, gawai langsung diberikansebagai solusi cepat tanpa mempertimbangkan dampak jangkapanjangnya. Ketika orang tua sibuk dengan pekerjaan atauaktivitas lain, anak dibiarkan bermain gawai tanpapengawasan. Padahal, pola semacam ini justru memperkuatketergantungan anak terhadap layar dan mengurangikesempatan untuk membangun hubungan emosional yang sehat dalam keluarga. Waktu berkualitas yang seharusnya diisidengan percakapan hangat, bermain bersama, atau membacabuku bersama pun akhirnya tergantikan oleh kesendirian anakdengan gawainya.

Sekolah pun dihadapkan pada dilema serupa. Di satu sisi, pemanfaatan teknologi sangat diperlukan untuk mendukungproses pembelajaran agar lebih efektif dan relevan denganzaman. Namun di sisi lain, penggunaan gawai yang tidakterkontrol di lingkungan sekolah justru menjadi tantangantersendiri. Banyak siswa tergoda untuk membuka aplikasiyang tidak berkaitan dengan pelajaran saat belajar, sepertimedia sosial atau game online. Guru pun harus bekerja lebihkeras untuk menjaga konsentrasi siswa dan menciptakansuasana belajar yang kondusif di tengah godaan dunia digital yang begitu kuat.

Menghadapi realitas ini, diperlukan kerja sama yang eratantara orang tua dan guru untuk mendampingi anak dalammenggunakan teknologi secara bijak. Anak-anak harusdiajarkan bahwa gawai adalah alat bantu, bukan segalanya. Bukan sekadar memberikan larangan, tetapi perlu ada edukasiyang berkelanjutan tentang kapan dan bagaimanamenggunakan gawai dengan tepat. Anak perlu memahamibahwa ada waktu untuk belajar, waktu untuk beristirahat, dan waktu untuk berinteraksi secara langsung dengan orang di sekitarnya. Pembelajaran seperti ini sebaiknya tidak hanyadilakukan melalui ceramah atau perintah, tetapi melaluicontoh nyata dan pengalaman sehari-hari.

Baca Juga  Cubitan Guru: Batas Disiplin atau Tindakan Kekerasan? Oleh: Ratri Kusumadita

Orang tua memiliki peran yang sangat penting sebagaipanutan. Jika anak melihat bahwa orang tuanya juga memilikikebiasaan yang tidak sehat dalam menggunakan gawai, sepertiterus menerus menatap layar saat di rumah, maka anak akanmeniru perilaku tersebut. Sebaliknya, jika orang tua bisamenunjukkan kedisiplinan dalam menggunakan gawai dan mengutamakan kebersamaan dengan keluarga, maka anak pun akan belajar untuk membatasi diri dan memahami pentingnyainteraksi sosial yang nyata. Demikian pula di sekolah, guru dapat merancang metode belajar yang lebih interaktif dan menyenangkan agar siswa tidak merasa bosan dan tergodamenggunakan gawai untuk hal-hal di luar pelajaran.

Teknologi akan terus berkembang dan tidak bisadihindari. Namun kita sebagai orang tua, guru, dan masyarakat memiliki tanggung jawab besar dalammenanamkan nilai-nilai yang akan menjadi fondasi moral dan karakter anak-anak kita. Jangan sampai kemudahan teknologijustru melemahkan semangat belajar dan rasa ingin tahu anak. Mari kita ajak mereka untuk kembali mencintai buku, menghargai proses belajar yang nyata, dan menikmatikebersamaan dengan sesama manusia. Gawai hanyalah alatbantu, bukan pengganti segalanya. Dan masa depanpendidikan tidak hanya ditentukan oleh kecanggihanteknologi, tetapi oleh seberapa bijak kita membimbing anak-anak dalam menghadapinya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *